Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal juga dengan fitohormon, adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan[1].
Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan. Namun demikian, hormon tumbuhan tidak dihasilkan dari suatu kelenjar tertentu (endokrin) sebagaimana pada hewan, tetapi dihasilkan dari jaringan-jaringan tertentu. Penyebarannya pun tidak harus melalui pembuluh, karena hormon tumbuhan dapat ditransfer melalui sitoplasma atau ruang antarsel.
Hormon tumbuhan bersifat endogenous ("endogen"), dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun exogenous ("eksogen"), diberikan dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat juga merupakan bahan non-alami (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan). Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan dari hormon hewan, dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris: plant growth regulator/substances) bagi hormon tumbuhan.
1.AUXIN
Auxin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman.
Hasil penemuan Kogl dan Konstermans (1934) dan Thymann (1935) mengemukakan bahwa Indole Acetic Acid (IAA) adalah suatu auxin. Hasil penelitian terhadap metabolisme auxin menunjukan bahwa konsentrasi auxin di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA ini adalah :Hasil penemuan Kogl dan Konstermans (1934) dan Thymann (1935) mengemukakan bahwa Indole Acetic Acid (IAA) adalah suatu auxin. Hasil penelitian terhadap metabolisme auxin menunjukan bahwa konsentrasi auxin di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
a. Sintesis Auxin
b. Pemecahan Auxin
c. In-aktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.
· Struktur molekul dan aktivitas auxin
Menurut Koeffli, Thimann dan went (1966), aktivitas auxsin ditentukan oleh :
a. adanya struktur cincin yang tidak jenuh,
b. adanya rantai keasaman (acid chain)
c. pemisahan karboksil grup (-COOH) dari struktur cincin.
d. Adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai keasaman.
Menurut Koeffli, Thimann dan went (1966), aktivitas auxsin ditentukan oleh :
a. adanya struktur cincin yang tidak jenuh,
b. adanya rantai keasaman (acid chain)
c. pemisahan karboksil grup (-COOH) dari struktur cincin.
d. Adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai keasaman.
Keempat persyaratan diatas merupakan faktor yang menentukan terhadap aktivitas auxin.
Tentang sifat dari rantai keasaman, Koeffli (1966) menerangkan bahwa posisi dan panjang rantai keasaman, berpengaruh terhadap aktivitas auxin. Rantai yang mempunyai karboksil grup dipisahkan oleh karbon atau karbon dan oksigen akan memberikan aktivitas yang normal.
2.GIBBERELLIN
Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2,danGA3.
Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross, 1954 dalam Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga populer sampai sekarang.
*Metabolisme gibberellinePada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross, 1954 dalam Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga populer sampai sekarang.
Gibberellin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom karbon.C
C - C - C
C
Unit Isoprene (5-C)
3.ETHYLENE
Ethylene adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan Auxin, Gibberellin, dan Cytokinin. Dalam keadaan normal ethylene akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam ethilene akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. hormon ini akan berperan pada proses pematangan buah dalam fase climacteric.
Penelitian terhadap ethylene, pertama kali dilakukan oleh Neljubow (1901) dan Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas ethylene dapat membuat perubahan pada akar tanaman. Hasil penelitian Zimmerman et al (1931) menunjukan bahwa ethylene dapat mendukung terjadinya abscission pada daun, namun menurut Rodriquez (1932), zat tersebut dapat mendukung proses pembungaan pada tanaman nanas.
Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auxin dan ethylene dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara mengaplikasikan auxin pada jaringan setelah ethylene berperan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran auxin dapat menstimulasi produksi ethylene.
Penelitian terhadap ethylene, pertama kali dilakukan oleh Neljubow (1901) dan Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas ethylene dapat membuat perubahan pada akar tanaman. Hasil penelitian Zimmerman et al (1931) menunjukan bahwa ethylene dapat mendukung terjadinya abscission pada daun, namun menurut Rodriquez (1932), zat tersebut dapat mendukung proses pembungaan pada tanaman nanas.
Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auxin dan ethylene dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara mengaplikasikan auxin pada jaringan setelah ethylene berperan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran auxin dapat menstimulasi produksi ethylene.
* Struktur kimia dan Biosintesis ethylene
Struktur kimia ethylene sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen seperti gambar di bawah ini :
H H
C=C
H H
Ethylene
Biosintesis ethylene terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadi perubahan dari asam amino methionine atas bantuan cahaya dan FMN (Flavin Mono Nucleotide) menjadi Methionel. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan cahaya dan FMN menjadi ethykene, methyl disulphide, formic acid.
4.INHIBITORS Yang dimaksud dengan istilah inhibitor adalah zat yang menghambat pertumbuhan pada tanaman, sering didapat pada proses perkecambahan, pertumbuhan pucuk atau dalam dormansi.
Di dalam tanaman, inhibitor menyebar disetiap organ tubuh tanaman tergantung dari jenis inhibitor itu sendiri. Menurut weaver (1972), beberapa jenis inhibitor adalah merupakan bentuk phenyl compound termasuk phenol, benzoic acid, cinamic acid dan coffeic acid. Gallic acid dan shikimic acid merupakan turunan dari benzoic acid. Selanjutnya ia mengemukakan pula bahwa gallic acid dapat diketemukan pada buah yang matang, sedangkan ferulic acid dan p-coumaric acid merupakan ko faktor untuk IAA oksida.
Di dalam alam, abscisic acid dapat dijumpai pada daun, batang, rizoma, ubi (tuber), tunas (bud), tepung sari, buah, embrio, endosperm, ataupun kulit biji (seed coat) misalnya pada tanaman kentang, kacang, apel, adpokat rose dan kelapa.
Plant growth retardant adalah inhibitor yang berperan dalam menghambat aktivitas apical meristematic.
Di dalam tanaman, inhibitor menyebar disetiap organ tubuh tanaman tergantung dari jenis inhibitor itu sendiri. Menurut weaver (1972), beberapa jenis inhibitor adalah merupakan bentuk phenyl compound termasuk phenol, benzoic acid, cinamic acid dan coffeic acid. Gallic acid dan shikimic acid merupakan turunan dari benzoic acid. Selanjutnya ia mengemukakan pula bahwa gallic acid dapat diketemukan pada buah yang matang, sedangkan ferulic acid dan p-coumaric acid merupakan ko faktor untuk IAA oksida.
Di dalam alam, abscisic acid dapat dijumpai pada daun, batang, rizoma, ubi (tuber), tunas (bud), tepung sari, buah, embrio, endosperm, ataupun kulit biji (seed coat) misalnya pada tanaman kentang, kacang, apel, adpokat rose dan kelapa.
Plant growth retardant adalah inhibitor yang berperan dalam menghambat aktivitas apical meristematic.
FUNGSI-FUNGSI HORMON TUMBUHAN
1. Auxin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai fungsi terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi, hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap :a. Pengembangan sel
b. Phototropisme
c. Geotropisme
d. Apical dominasi
e. Pertumbuhan akar (root initiation)
f. Parthenocarpy
g. Abisission
h. Pembentukan callus (callus formation) dan
i. Respirasi
2.Gibberelline mempunyai Fungsi dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.
a.Geneticdwarfism
Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi. Gejala ini terlihat dari memendeknya internode. Terhadap Genetic dwarfism ini, gibberelline mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh Brian dan Hemming (1955). Dalam eksperimennya mereka telah memberi perlakuan penyemprotan gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari eksperimen ini menunjukan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman kacang yang kerdil dan menjadi tinggi.
Mengenai hubungannya dengan cell elengation, dikemukakan bahwa gibbberelline mendukung pengembangandindingsel.
Menurut van Oberbeek (1966) penggunaan gibberelline akan mendukung pembentukan enzym protolictic yang akan membebaskan tryptophan sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa kehadiran gibberelline tersebut akan meningkatkan kandungan auxin.
Mekanisme lain menerangkan bahwa gibberelline akan menstimulasi cell elengation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari gibberelline, akan mendukung terbentuknya a amilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi nai, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.
Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi. Gejala ini terlihat dari memendeknya internode. Terhadap Genetic dwarfism ini, gibberelline mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh Brian dan Hemming (1955). Dalam eksperimennya mereka telah memberi perlakuan penyemprotan gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari eksperimen ini menunjukan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman kacang yang kerdil dan menjadi tinggi.
Mengenai hubungannya dengan cell elengation, dikemukakan bahwa gibbberelline mendukung pengembangandindingsel.
Menurut van Oberbeek (1966) penggunaan gibberelline akan mendukung pembentukan enzym protolictic yang akan membebaskan tryptophan sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa kehadiran gibberelline tersebut akan meningkatkan kandungan auxin.
Mekanisme lain menerangkan bahwa gibberelline akan menstimulasi cell elengation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari gibberelline, akan mendukung terbentuknya a amilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi nai, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.
b.Pembungaan(flowering)
Gibbereline sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman, mempunyai peranan dalam pembungaan. Penelitian yang dilakukan Henny (1981) pada bungan spothiphyllum Mauna loa. Dengan memberikan perlakuan GA3 dengan dosis: 250, 500 dan 1000 mg/l. hasil eksperimen tsb dapat dilihat pada tabel dibawah.
3.Fungsi ethylene dalam proses pematangan buah
Harsen (1967) dalam Dilley (1969) telah mempelajari hubungan antara ethylene dengan tingkat kematangan pada buah pear. Ia mengemukakan bahwa pematangan ini menjadi suatu sequential dalam proses kesinambungan kehidupan buah. Menurut konsep tsb, ethylene berpebgaruh terhadap beberapa yang mengontrol pola normal dari proses pematangan.
Menurut Frenkel et al (1968), sintesa protein diperlukan pada tingkat pematangan yang normal. Protein disintesa secepatnya dalam proses pematangan. Dari hasil eksperimen terhadap buah pear, memperlihatkan bahwa pematangan buah dan sintesa protein terhambat sebagai akibat perlakuan cycloheximide pada permulaan fase climacteric. Setelah cycloheximide hilang, ternyata sintesis ethylene tidak mengalami hambatan. Di dalam proses pematangan, ribonucleic acid synthesis pun diperlukan. Dalam eksperimen menggunakan buah pear, buah tersebut ditreated, dengan actinomysin D pada tingkat pre climacteric. Dari hasil eksperimen ini diperoleh petunjuk bahwa actinomysin D menghambat terbentuknya DNA yang bergantung pada RNA sintesis. Imascshi et al (1968) mengemukakan bahwa ethylele mendukung peningkatan aktivitas metabolisme dalam jaringan akar ubi jalar. Ethylene yang berkonsentrasi 0,1 ppm, menstimulasi perkembangan peroxidase dan phenyl alanine ammonialyase. Penelitian lain mengemukakan bahwa perlakuan ethylene pada kecambah kapas menstimulasi aktivitas peroksida dan IAA oksida.
Menurut Frenkel et al (1968), sintesa protein diperlukan pada tingkat pematangan yang normal. Protein disintesa secepatnya dalam proses pematangan. Dari hasil eksperimen terhadap buah pear, memperlihatkan bahwa pematangan buah dan sintesa protein terhambat sebagai akibat perlakuan cycloheximide pada permulaan fase climacteric. Setelah cycloheximide hilang, ternyata sintesis ethylene tidak mengalami hambatan. Di dalam proses pematangan, ribonucleic acid synthesis pun diperlukan. Dalam eksperimen menggunakan buah pear, buah tersebut ditreated, dengan actinomysin D pada tingkat pre climacteric. Dari hasil eksperimen ini diperoleh petunjuk bahwa actinomysin D menghambat terbentuknya DNA yang bergantung pada RNA sintesis. Imascshi et al (1968) mengemukakan bahwa ethylele mendukung peningkatan aktivitas metabolisme dalam jaringan akar ubi jalar. Ethylene yang berkonsentrasi 0,1 ppm, menstimulasi perkembangan peroxidase dan phenyl alanine ammonialyase. Penelitian lain mengemukakan bahwa perlakuan ethylene pada kecambah kapas menstimulasi aktivitas peroksida dan IAA oksida.
4. Fungsi inhibitor di dalam tanaman
a. Abscissic acid
Di dalam tanaman, Abscissic acid (ABA) menyebar di dalam jaringan. Inhibitor ini mempunyai fungsi atau peranan yang berlawanan dengan zat pengatur tumbuh: auxin, gibberellin, dan cytokinin.
b. Plant growth retardant
Plant growth retardant adalah inhibitor yang berlawanan dengan kegiatan gibbberellin pada perpanjangan batang. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Lang dkk dengan menggunakan CCC dan Amo-1618 pada jamur fusarium moniliforme dan tanaman derajat tinggi. Ternyata bahwa sintesis gibberellin diblokir sehingga gibberellin tersebut tidak berpengaruh. Sedangkan SADH menghambat diamin oksida (yang berperan dalam perubahan tryptamine menjadi IAA).
Secara garis besar ternyata inhibitor ini menghambat aktivitas auxin, gibberellin dan cytokinin. ABA sebagai salah satu jenis inhibitor mendukung dormansi, abscission dan senscence. Sedangkan SADH, CCC, Phosfon-D dan Amo-1618 menghambat perpanjangan batang (cell elongation). Growth retardant ini aktifasinya berlawanan dengan gibberellin.
MH (Maleic Hydrazide) sering digunakan sebagai herbisida dalam konsentrasi yang tinggi. Aktifitas MH ini menghambat aktifitas meristematic, sehingga menghambat perpanjangan batang. Begitu pula morphactin dan turunannya, dengan menggunakan konsentrasi yang tinggi, dapat dipergunakan sebagai weed killer. Peranan bahan kimia ini adalah menghambat perpanjangan batang dan berfungsi pula untuk memecahkan auxillary bud.
Secara garis besar ternyata inhibitor ini menghambat aktivitas auxin, gibberellin dan cytokinin. ABA sebagai salah satu jenis inhibitor mendukung dormansi, abscission dan senscence. Sedangkan SADH, CCC, Phosfon-D dan Amo-1618 menghambat perpanjangan batang (cell elongation). Growth retardant ini aktifasinya berlawanan dengan gibberellin.
MH (Maleic Hydrazide) sering digunakan sebagai herbisida dalam konsentrasi yang tinggi. Aktifitas MH ini menghambat aktifitas meristematic, sehingga menghambat perpanjangan batang. Begitu pula morphactin dan turunannya, dengan menggunakan konsentrasi yang tinggi, dapat dipergunakan sebagai weed killer. Peranan bahan kimia ini adalah menghambat perpanjangan batang dan berfungsi pula untuk memecahkan auxillary bud.
Indonesia sudah dikenal sejak dulu sebagai negara pertanian (Agraris) dan para leluhur kita adalah petani tulen. Dunia pertanian adalah satu bagian yang telah melekat dengan kehidupan kita.
BalasHapusSalah satu ukuran keberhasilan bertani adalah hasil bertani atau hasil panen. Dengan berbagai cara para petani telah melakukan dalam usahanya untuk meningkatkan produksi pertanian dengan tahapan antara lain : pengolahan tanah, pemilihan bibit, pemeliharaan tanaman, pemberian pupuk ( unsur makro & mikro/ pelengkap), penyemprotan hama dsb. Tetapi masih sering kita dengar berita atau kita alami sendiri terjadinya GAGAL PANEN atau HASIL PANEN TIDAK OPTIMUM….( Diluar yang disebabkan faktor alam tentunya ).
Para ahli pertanian telah lama menemukan bahwa ternyata pada setiap tanaman terdapat satu unsur ( hormon ) yang fungsinya mengatur dan menentukan tumbuh/ berkembangnya sebuah tanaman. Hormon inilah yang merangsang atau membangkitkan tumbuhnya seluruh sel-sel jaringan tanaman ( akar, batang, daun dan buah ). Diluaran hormon ini dekenal sebagai Zat Pengatur Tumbuh ( Z.P.T. ).
Faktor alam serta faktor pengelolaan tanah dan tanaman yang kurang baik banyak sekali menyebabkan Z.P.T. ini HILANG atau TIDAK AKTIF, Sehingga pertumbuhan terganggu dan berdampak pada hasil panen yang tidak optimum. Dalam kondisi ini tidak boleh tidak (harus) dilakukan pemberian hormon dari luar, karena Z.P.T. ini sangat mutlak keberadaannya pada sebuah tanaman.
Jadi pemberian Z.P.T. ini adalah sebagai satu langkah yang pasti harus diambil petani dalam usaha untuk meningkatkan hasil panennya.